Hai! Namaku Clarisa. Clarissa Tiandra Hartanto tepatnya. Aku berumur 16
tahun dan akan menjadi 17 tahun nanti pada tanggal 26 desember! Aku
tinggal bersama seseorang yang tidak aku inginkan dan dengan terpaksa
aku menyebut dia.. Papa. Aku cuman tinggal sama papa karena mama udah
meninggal sejak aku masih kecil. Mama meninggal dalam kecelakaan mobil
sama papa 2 tahun lalu. Aku kecewa sama papa, dia sebagai pengemudi
harusnya bisa mengemudikan mobil dengan baik, bukan malah melayangkan
nyawa manusia lain. Kenapa dalam kecelakaan itu nyawa mama tidak bisa
terselamatkan sedangkan papa hanya mengalami lumpuh di kaki? Meskipun
kaki kanan papa harus diamputasi tetap saja dia masih bisa hidup tapi
mama? Dia sudah berada di alam yang berbeda. Aku sunggu merindukannya.
Aku merindukan kebersamaanku dengan mama! Dulu saat papa masih mempunyai
fisik yang sempurna dia selalu bekerja kantoran, lupa sama aku dan
mama, sibuk mencari benda fana dan tidak memberikan kasih sayang cukup
kepadaku. Namun, setelah kecelakaan itu papa tidak lagi bekerja
kantoran, dia memilih untuk berkarya sebagai pelukis. Aku tidak suka
melukis, aku suka bermain piano. Aku akui, jariku cukup piawai memainkan
tuts-tuts piano sehingga menghasilkan melodi yang indah. Dan, aku
mendapatkan bakat ini karena keturunan dari orang yang telah membuat
mamaku meninggalkan aku. Meskipun sekarang dia memberikan perhatian yang
sangat cukup kepadaku, tetap saja aku tidak mau memaafkannya! Mama
harus kembali baru aku mau memaafkannya!
"cla, bangun Cla..tok tok tok! Cla, hayo sudah pagi. Nanti kamu telat loh Cla!"
*clekk* aku membuka pintu kamar ku yang daritadi diketuk oleh seseorang
yang menyebalkan itu. Aku hanya menatapnya dengan tatapan sinis. "Eh,
kamu sudah bangun Cla. Yasudah kamu siap-siap ya habis itu kamu sarapan
bareng papa, oke?" Katanya. Aku hanya memutar kedua bola mataku dan
kembali menutup pintu kamar. Aku tidak tahu apa yang sedang ia lakukan
sekarang diluar. Paling-paling hanya sedang berjalan kebawah. "Eh, kamu
sudah siap Cla? Ayok sarapan sama papa." Kata lelaki yang sedang duduk
di meja makan dan menyiapkan sarapan pagi roti untukku dan untuk
dirinya. "Aku nggak laper." Kata ku sambil menghempaskan badan ke kursi
meja makan. "Loh, kok gitu? Ayok dong kan papa.." "Papa?!" Sela ku,
"denger ya OM aku nggak mau manggil OM dengan sebutan 'papa' lagi
sebelum mama hidup lagi!" Bentakku. "Maafkan papa, Cla.. Papa tau
papa.." Katanya sambil terseduh-seduh tak kuasa menahan tangis, "Papa
memang.." "Halah! Udahlah masih pagi aja udah bikin bete. Aku mau pergi
sekolah aja. Maa aku pergi ya!" Ucapku. Ya, aku memberikan salam kepada
mama. Aku merasa bahwa mama masih ada disitu, dia belum pergi! Dan aku
tidak mau memberikan salam kepada bapak itu. Tidak akan! Tidak sudi aku!
"Cla biar papa antar!" aku mendengar lelaki itu berteriak saat aku
sudah menapakan kaki ku didepan pintu gerbang. Aku terdiam sesaat.
"Huh!" Aku menghela nafas dengan kuat dan segera berlari untuk
mendapatkan angkutan umum tercepat. Aku tidak sudi diantar dengan orang
seperti dia. Saat aku telah masuk kedalam sebuah angkot, aku melihat dia
yang lelah didepan pintu gerbang rumah karena lelah mengejarku dengan
satu kaki dan dua tongkat yang mengapit di ketiaknya.
"Cla.." Gumam orang itu, "Hati-hati ya nak.." Air matanya terjatuh sedikit demi sedikit.
Aku menapakkan kakiku diatas aspal jalan. Aku menggerakankan tanganku
untuk mengipas leherku yang kepanasan karena kurangnya udara yang
kudapat di dalam angkot tadi. Aku berjalan sambil terus mengipas leherku
dengan tanganku sampai tiba-tiba.. BUK! "Aw! Maaf..maaf.." Kataku lalu
memfokuskan pandanganku untuk melihat siapa orang yang tidak sengaja aku
tabrak barusan. Orang itu memutar tubuhnya dan... "Ngapain om kesini?!"
Tanyaku ketus, "ini Cla, tadi uang jajan mu ketinggalan jadi papa anter
ke sekolah kamu. Takut kamu nggak bisa makan." Jelas nya. Aku mengambil
uang itu dengan kasar dari tangannya kemudian masuk kedalam sekolah
tanpa meninggalkan sepatah katapun kepada orang itu. "Cla, yang tadi
bokap lu?" Kata Nella salah seorang teman sekelas ku. "Bokap? Ha? Orang
kayak gitu bokap gua? Haha bukanlah!" Aku berbohong. "Masa sih? Terus
dia siapa dong?" Tanya Nella seakan meminta penjelasan yang pasti
dariku. "Cuman pembantu gue.." Jawabku singkat. "Ohh. Yaudah deh masuk
yuk!" Ajak Nella. Aku hanya menganggukan kepalaku dan ikut jalan
bersamanya kedalam kelas.
Sekolah pun berakhir. Hari ini tidak
ada rencana apa-apa dan aku juga tidak punya les. Akhirnya aku
memutuskan untuk kembali ke rumah, melihat wajah orang itu lagi! Hm!
Setiap aku melihat wajahnya, aku selalu teringat akan sosok mama yang
selalu menemaniku, aku kangen mama. Sesampainya aku dirumah, aku masuk
begitu saja, tidak memberi salam atau pun mencoba mencari sosok lelaki
itu. Saat aku menapakan kaki ku di tangga pertama.. "Cla, kok tumben nak
pulang cepat?" Kata lelaki itu. Aku tidak berpaling untuk melihat
wajahnya, aku juga tidak mengatakan apa-apa, aku teruskan tapakan kaki
ku dan berjalan semakin cepat menaiki tangga. Di lantai atas aku
mengintip sedikit apa yang sedang dia lakukan. Aku lihat dia mengusap
matanya dan kembali berjalan ke arah ruang melukisnya. Aku berjalan ke
kamarku untuk mengganti pakaian. Seusai aku mengganti pakaian ku, aku
duduk didepan sebuah piano putih yang terdapat di lantai 2 rumah ku. Aku
membuka penutup tuts piano dengan perlahan, membuka buku lagu piano ke
halaman 16. Pada halaman 16 adalah lagu kesukaan mama, sewaktu dia masih
hidup, dia suka sekali memintaku untuk memain kan lagu ini untuknya.
Lagu ini berjudul Melody Of Life. Aku sudah hafal dengan tiap not nya
sehingga dengan menutup matapun aku bisa memainkannya. Aku bermain
dengan begitu rileks. Melepaskan semua rasa kangen, kecewa, dan bebanku
diatas tuts-tuts piano. Dibawah, orang itu sedang melukis, dia tersnyum
mendengar permainan jariku. Saat lagu Melody Of Life telah selesai aku
mainkan, aku hanya berkata, "Ma, aku kangen mama!" Tiba-tiba hujan
turun. Aku tidak suka hujan, membuat suasana hatiku semakin merindukan
mama. Aku segera masuk ke kamar untuk tidur.
Hari ini adalah
hari les pianoku, hari sabtu. Dan hari ini aku mendapat kabar bahwa, aku
akan konser! Iya! 3 bulan lagi aku akan konser! Ha senangnya! Dan
tanggal aku konser bertepatan dengan hari ulangtahunku, semoga saja
konser ini dapat meninggalkan kenangan manis di ulangtahun sweet 17 ku
nanti, setelah 2 tahun tidak merasakan hal yang spesial selama aku
ulangtahun karena ditinggal dengan orang yang paling aku sayang. Aku
nggak ada niat buat ngasih tau papa tapi dia bisa tau sendiri karena
mendengar percakapanku dengan foto mama saat aku ingin memberi tahu
kabar bahagia ini. Lagu yang akan ku mainkan juga lagu kesukaan mama!
Aku akan terus berlatih! Baiklah aku akan berlatih. Saat aku sedang asik
memainkan piano, aku merasa tangan kanan ku begitu gatal, aku terus
menggaruknya, aku rasa ini hanya gatal biasa. 1 bulan berlaru dan rasa
gatal ini semakin parah hingga merambat ke lenganku, aku tidak tahu apa
yang terjadi. Dengan terpaksa aku memberitahukan hal ini kepada papa,
dia sangat panik bahkan sampai menangis dan langsung membawaku ke rumah
sakit. Kata dokter aku terkena virus yang cukup parah menyebabkan gatal
di daerah tangan dan pilihan satu-satunya adalah....amputasi. Kalau aku
tidak mau diamputasi, gatal ini akan merambat ke seluruh tubuh, menjadi
tambah parah dan bisa menyebabkan kematian. Sungguh hal yang berat
untukku. 1 minggu aku mengurung diri dikamar, gatal ini semakin
menyakitkan aku, sudah beberapa kali aku mencoba untuk menahan rasa
gatal ini tapi aku tak sanggup! Aku berteriak! Berteriak sekeras mungkin
agar gatal ini pergi tapi tetap saja tidak berhasil! "AAAAA GUA MAU
KONSER! TANGAN GUA SAKIT!" Aku meraung dikamar sedangan papa hanya bisa
berdiri diluar memberiku semangat dengan tangisan.
Tiba saatnya
aku harus oprasi. Oprasi berhasil dan aku kehilangan tangan kananku!
Padahal tinggal 1 bulan lagi waktu konserku akan tiba. Tuhan tidak adil!
Aku sudah bisa beristirahat dirumah setelah rawat inap dirumah sakit
selama 1 minggu. Dirumah aku duduk didepan piano, meletakan tangan kiri
ku diatasnya. Aku berusaha bermain dengan indah tapi tetap saja! Aku
tidak bisa! Aku butuh tangan kanan! Aku menangis dan memencet asal tuts
pianoku untuk meluapkan kesedihanku. Dari belakang tiba-tiba aku
merasakan pelukan hangat yang tulus. "Papa disini nak.." Kata orang yang
memelukku itu. Aku melepaskan diri dari pelukannya, berlari ke kamar
dan menangis sepuasnya.
Keesokan paginya aku mencoba berlatih
lagi saat tangan kiriku memencet tuts piano, ada tangan kanan yang ikut
menyempurnakannya. Namun, tangan itu bukan tanganku! Tentu saja, aku
sudah tidak punya tangan kanan. Dan ternyata itu adalah tangan kanan
papa. Dia juga suka main piano dan ahli dalam lagu ini. Aku memainkan
bagian tangan kiri dan dia memainkan bagian tangan kanan. Kadang-kadang
susah untuk mengimbangi tapi aku rasa ini cukup baik. Saat aku dan dia
memainkan piano, ingatan ku kembali kemasa lalu, mengingat semua
perbuatan ku yang tak layak aku berikan kepada papa. Membuat aku menjadi
merasa bersalah. Aku sadar, aku salah. Permainan berakhir dengan baik.
"Papa akan bantu kamu bila kam mau, nak." Katanya dengan mata
berkaca-kaca. Aku menatap matanya dalam-dalam dan aku temukan rasa kasih
sayang yang begitu dalam dari matanya. Aku memeluknya, dia membalas
pelukanku. Dan saat itu aku berkata, "aku sayang papa." Aku menangis dan
papa pun ikut menangis, "papa juga sayang kamu, Cla." Untuk
pertamakalinya sejak 2 tahun lalu aku tidak mau memanggil dia papa,
akhirnya sekarang aku memanggil dia papa. Waktuku tinggal tersisa 2
minggu. Aku dan papa berlatih dengan giat. Hari-hari yang aku lalui jadi
semakin ceria bersama dengan dia, ada papa yang selalu mengukir
senyumku. Dia mengajak ku melukis, jalan-jalan, dan banyak hal lain.
2 minggu kemudian..
Aku duduk didepan piano dan ada papa disebelah kanan ku dengan kemeja
putih dan jas hitam. Sungguh, dia papa yang gagah. Aku dengan gaun
putihku bersiap-siap untuk melakukan pertunjukan. Tangan kanan papa
memulai permainan lagu 'melody of life' kami. Aku terus bermain dengan
perasaan bahagia, papa juga. Pertunjukan berakhir sempurna, tidak ada
kesalahan apapun. Aku dan papa berdiri. Suara ramai dari tepuk tangan
para penonton terhenti saat melihat kondisiku yang hanya memiliki satu
tangan dan papa yang hanya memiliki satu kaki. Mereka mulai menangis dan
terdengar suara tepuk tangan dari satu orang, diikuti oleh beberapa
orang hingga semua penonton memberikan tepuk tangan. Aku menangis dan
langsung memeluk papa. Dan papa berkata di dalam pelukan, "happy
birthday, Cla. Papa sayang kamu." Aku hanya menangis dan mengeratkan
pelukanku. Seusai pentas, aku menghabiskan banyak waktu dengan papa
dihari ulang tahunku. Aku senang. Aku telah memaafkan papa. Dan aku
sadar, seburuk apapun fisik seorang anak, seorang ayah akan selalu ada
untuk menyempurnakannya. I love you, Pa!